Jumat, 30 Januari 2009

Naruto dan Detektif Conan Membahayakan!



Nie adalah berita menarik untuk penggemar Naruto dan detektif Conan.
‘Naruto’ dan ‘Detektif Conan’ dianggap Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) membahayakan. Naruto dinilai sering membawa pesan mistis dan kekerasan. Sedangkan Detektif Conan sering menampilkan korban pembunuhan. Orangtua diminta harus hati-hati dan mengawasi anak-anaknya. Setuju?

Gimana menurutmu? Menurutku sih, ini hasil pekerjaan orang bingung, tidak tahu apa yang lebih penting untuk dikerjakan! Kalau mau serius, sebelum memvonis Naruto dan Conan, lebih baik tertibkan berbagai tayangan tidak produktif buatan TV nasional, seperti tayangan gosip, tayangan ulasan kejahatan yang dipraktekan ulang, sinetron yang menjual mimpi, dan sebagainya. Rasanya, Detektif Conan jauh lebih mendidik daripada acara-acara nasional tersebut. Begitu banyak tayangan korban pembunuhan yang lebih nyata dan vulgar di TV nasional kita dan ditayangkan di jam anak-anak, bukan hanya kartun seperti di Detektif Conan.

Di lain pihak, kalau mau benar-benar konsisten dan serius menyelamatkan anak-anak, dari pengaruh TV sebaiknya TOM and JERRY dilarang juga. Dalam TOM and JERRY, anak kecil secara tidak sadar diajarkan bahwa memukul, menggergaji atau memotong anggota badan adalah hal yang boleh dilakukan dan tidak membahayakan. TOM and JERRY adalah kartun sangat lucu konsumsi orang tua yang harusnya ditayangkan lewat jam 10 malam!!!

Jadi buat KPI, cobalah lakukan sesuatu yang lebih bermanfaat, objektif, proporsional, membumi, jangan iseng ngutak-ngutik yang masih lumayan aman, sementara yang lebih berbahaya malah dibiarkan atau dianggap aman.

Kamis, 22 Januari 2009

,,dOraEmoN,,


“Hey… baling-baling bambu!” mendengar kalimat seperti itu pasti yang terbayang dalam batok kepala kita adalah sosok robot kucing yang doyan kue dorayaki. Yup, siapa tak kenal doraemon? Robot maya ciptaan komikus Fujiko F. Fujio ini sangat fenomenal baik di kalangan anak-anak Jepang maupun anak-anak Indonesia. Menginspirasikan bangsa Jepang untuk menciptakan robot sungguhan.

Namun, misteri bagaimana berakhirnya serial kartun ini masih menjadi tanda tanya besar sehingga membuat setiap orang geregetan dibuatnya. Banyak versi cerita mengenai hal ini. Termasuk versi seorang teman bernama Akbar H yang mengambil referensi dari tontonannya.

Diceritakan suatu hari, Nobita pulang lalu—seperti biasa—merengek-rengek mengadu ke Doraemon. Tak lama, ia menyadari ada yang salah dengan Doraemon. Robot kesayangannya itu hanya diam. Ia pun segera menelepon Dorami dan meminta petunjuk darinya. Dorami kemudian memberi tahu bahwa baterai milik Doraemon habis. Lebih jauh lagi, Dorami menjelaskan bahwa robot kucing versi lama seperti Doraemon seharusnya memiliki cadangan baterai pendukung memori di bagian telinga, tetapi karena Doraemon telah kehilangan telinganya, ia tidak memiliki tenaga cadangan untuk menyimpan memori dan ingatannya. Satu-satunya cara untuk menghidupkan kembali Doraemon adalah dengan mengganti baterainya, namun itu berarti Doraemon akan kehilangan seluruh ingatan tentang diri dan kawan-kawannya; termasuk tentang Nobita.

Disaat bersamaan, polisi-waktu membuat peraturan baru dan melarang adanya “perjalanan waktu”. Dorami kemudian memberikan pilihan: nekat menerobos polisi-waktu, memperbaiki Doraemon di masa depan, dan menghapus ingatannya atau menunggu seseorang dari masa depan datang dan memperbaiki Doraemon; Nobita memilih cara kedua. Nobita kemudian berjanji untuk belajar keras demi Doraemon. Usaha Nobita berhasil, Nobita lulus SMA dengan nilai terbaik. Meskipun demikian, sifat Nobita yang ceria dan optimistik hilang. Ia menjadi seorang kutubuku yang selalu menyendiri.

Di masa depan, usaha Nobita menghidupkan kembali Doraemon berhasil. Kemudian Nobita dewasa mengirimkan Doraemon ke Nobita kecil menggunakan mesin waktu.

Dengan berakhirnya serial Doraemon maka berakhir pula tayangan menarik yang mampu memberi inspirasi, pelajaran berharga serta canda tawa pada anak-anak. Yang tersisa kini adalah tayangan-tayangan tak mendidik buah tangan-tangan sineas tidak kreatif. Hasilnya pun dapat terlihat: anak umur 8 tahunan tega menganiaya, membanting-banting bahkan membunuh secara sadis teman bermainnya sendiri karena terobsesi tayangan-tayangan tidak terkontrol pertelevisian Indonesia.